Kamis, 26 Maret 2009

RIWAYAT 2: Glaukoma? Konsumsi Obat Kimia Seumur Hidup!

Tiga bulan setelah melahirkan anak pertama, aku mengikuti suamiku ke Kota Mojokerto. Di kota ini nggak ada lagi jamu mujarab sekelas pilis seperti di Klaten. Oleh karena itu, setiap kali mataku terasa gatal atau agak sakit aku hanya memeriksakannya ke puskesmas atau bidan dan itu sudah dapat mengatasi rasa sakit yang kurasakan.

Sampai suatu ketika meskipun aku telah memeriksakan ke seorang bidan dan diberi salep mata, tapi mataku tetap terasa sakit dan kali ini sakit mataku terasa luar biasa. Yang kurasakan saat itu kepalaku pusing, mata terasa cekot-cekot, mata melek terasa sakit, buat merem/terpejam pun masih terasa sakit. Kalau untuk melihat, mataku seperti terhalang kapas. Aku nggak kuat lagi.

Akhirnya aku memeriksakan diri ke dokter Budi Santoso seorang spesialis mata di Rumah Sakit Umum Wahidin Sudirohusodo Kota Mojokerto. Di tempat periksa ini akhirnya ketahuan, penyakit mataku bukan penyakit mata biasa tapi sebuah penyakit mata yang serius yaitu glaukoma. Tekanan bola mataku 26. Kata dokter, seharusnya tekanan bola mata yang masih bisa ditoleransi itu di bawah 5. Saat itu dokter bilang aku mendekati kebutaan. Ih …. mengerikan kalau ingat saat itu.

Sejak saat itulah aku tergantung dengan obat-obatan kimia yang diresepkan dokter. Obat-obatan seperti renapar, diamox, gliserin minum dan obat tetes mata cendo carpin selalu aku konsumsi setiap hari. Setiap dua minggu sekali aku harus periksa dokter untuk mengontrol tekanan bola mataku sekaligus untuk mendapatkan resep untuk pembelian obat-obatan di atas.

Dokter mengatakan bahwa penderita glaukoma harus mengkonsumsi obat-obatan itu seumur hidup. Padahal, ada efek yang nggak mengenakkan dengan mengkonsumsi obat-obatan tersebut. Pertama, seluruh tubuhku terasa kesemutan setiap hari dan itu sangat menggangu aktivitas keseharianku. Kedua, dokter mengatakan bahwa aku tidak boleh lagi hamil karena obat-obatan yang aku konsumsi tersebut menimbulkan efek panas di kandungan sehingga jika aku hamil pasti akan keguguran. Ketiga, secara ekonomi, periksa ke dokter dan membeli obat setiap dua minggu sekali itu sangat mengguncang kondisi perekonomian rumah tangga kami.

Setahun lebih aku menjalani pengobatan dokter itu. Aku mulai bosan, terutama karena efek samping kesemutan yang sangat mengganggu itu. Aku berpikir untuk mencari pengobatan alternatif. Berobat ke tempat tabib, sin she, atau apalah yang penting bisa mengobati mataku. Setiap aku jalan-jalan aku mulai baca-baca reklame tabib atau ahli mata yang bisa menyembuhkan berbagai penyakit mata tanpa operasi. Tapi aku ragu untuk datang ke tempat pengobatan seperti itu. Bagaimana pun mata adalah organ vital manusia untuk bisa melihat. Aku nggak mau main.main.

Kisah pertemuan saya dengan radix vitae

2. RIWAYAT 3: KETEMU RADIX VITAE DARI SOBEKAN KORAN
3. 

RIWAYAT 1: Kisah Awal Diagnosis Glaucoma

Tidak ada komentar:

Posting Komentar